Apalah Arti Sebuah Cerpen


Aih, Kasihan Anaknya

Seorang pria malang malam itu tewas. Malam yang mencekam. Di saat hangatnya tubuh manusia berubah dingin. Sedingin hawa malam itu dan sedingin hati orang yang melewatinya.

Mataku seolah tidak bisa berkedip. Walaupun kelopak mata ini sudah menutupi bola mata, bayangan pria itu saat mencapai aspal tidak bisa hilang.

Suara keras menghantam aspal dingin itu. Tubuh pria itu tidak bergerak. Sinar matanya yang suram mendominasi raut wajahnya. Pria itu tewas seketika. Dilihat dari tempat jatuhnya, pastilah ia tadi di atas jembatan layang itu. Entah ia sendiri atau tidak.

Orang orang berlalu lalang. Sesekali melirik, kemudian pergi. Lebih baik lupakan apa yang kau lihat, agar tidak sengsara nantinya. Itulah yang mereka pikir. Seolah matanya hanya menembus jasad. Tak melihat dengan jelas. Mata itu hanya berputar mencari arah lain.

Seorang anak digandeng ibunya saat perjalanan pulang. Ya, anak itu bisa melihatnya. Dengan sangat jelas. Entah apa yang dirasakan di hatinya setelah melihat jasad. Ia mulai bertanya-tanya. Menarik-narik baju ibunya. Ia penasaran. Dari benih kemanusiaannya, tumbuh bibit kepedulian.

Namun, apa kata ibunya? Ibunya memang tidak berkata, perempuan itu hanya menariknya lebih keras. Sekeras hati orang orang malam itu.malam itu juga, bibit itu mati diterpa hawa dingin. Tak bisa tumbuh atau berkembang.

Bergidik aku, dari sekian jam tubuh renta terkapar di sana. Hanya seorang yang menghampiri. Dilihatnya jasad si pria. Kemudian ia tutupi dengan Koran yang dibawanya. Sekarang ia menjauh dari jasad itu.

Merinding aku saat satu tetes darahnya sudah tidak ada di tempat. Tempat itu kini bersih. Seolah tidak ada yang terjadi malam itu. Apa yang terjadi tadi malam? Tanya orang-orang sekitar sana dengan pongah. Seolah tak ada jasad. Seolah tak ada malu mereka hanya melewatinya. Seolah tak ada malu mereka menyikapinya dengan ala kadarnya.

Pagi itu berita tersebar. Hanya di sudut media. Memang kejadian itu akan kalah dengan kejadian lain yang menyangkut orang-orang ternama. Memang lukanya hanya akan dilirik sesaat, bukan untuk direnungkan.

Siang itu orang itu dimaki habis-habisan. Bunuh diri katanya. Mereka tahu apa? Prasangka yang mengerikan itu tertuju tepat di hadapan tempat itu. Sering terjadi katanya. Mereka tahu apa? Justru mereka yang tidak mau tahu.

Lunglai diriku saat anaknya yang masih kecil menghampiri tempat itu. Seorang anak perempuan yang manis. Ia hanya tinggal dengan ayahnya, itu yang ia bilang. Ia hanya mendengar kabar. Sedikit banyak ia kecewa. Sedikit banyak ia menangis. Kemudian tangisan itu bertambah keras. Bunuh diri kata mereka? Ia tidak percaya. Ayahnya bukan seorang yang lemah. Tuduhan itu begitu kejam baginya. Terlalu kejam bagi hidupnya.

Ia bilang ayahnya ingin membelikannya sepatu besok. Ia bilang ayahnya akan bekerja sangat keras dan pulang larut. Ia bilang ia bangga ayahnya pekerja keras. Sepatu yang akan dibeli bersama ayahnya pagi ini berubah menjadi kabar prasangka kematian tragisnya.

Jijik aku saat tahu ia dirampok. Ngeri saat memikirkan kejadian itu. Prasangka kejam itu hanyalah prasangka. Uang hasil jerih payahnya direbut seketika. Seperti itu pula nyawanya. Namun, jasadnya hanya dibiarkan saja. Mengapa kalian seperti itu?

Tak ada yang meliriknya, tak ada yang menolongnya. Hanya makian yang ia terima. Atas prasangka bunuh diri katanya. Tidak mau menerima kenyataan katanya.
Aih kasihan anaknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan bagi Peserta LDKS

SMAN 68 Bagi Saya